Abu Hamzah al-Qomari
Kamis 9 September 2015.
Kita tahu, bahwa kerajaan Islam Saudi Arabia telah melaksanakan pembangunan dan pelayanan untuk para tamu Allah dengan sepenuh hati, dan penuh tanggung jawab, namun Setelah mengalami sendiri tragedy Mina tahun 1426 H/2006, lalu mengikuti berita tragedy Mina 1436 H/2015 M, Maka besar kemungkinan akan terjadi lagi hal yang serupa, khususnya di Mina yang sempit dan besarnya jumlah manusia, apalagi kalau ada negara yang menjadikan musim haji sebagai panggung politik untuk kepentingan negaranya- la qaddarallah (semoga saja Allah tidak menakdirkannya).
Kita juga yakin bahwa pemerintah Saudi Arabiya sudah membahas ini dan menunjuk para pakar untuk mengatasi masalah. Namun kami merasa tidak ada salahnya dan tidak ada mudharatnya kita menyumbang usulan ,siapa tahu ada manfaatnya.
Untuk antisipasi dan meminimalisir jatuhnya korban jika itu terjadi, maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
- Patroli udara yang efektif
Kami tahu, patroli udara sudah ada, apalagi musim haji tahun ini yang memang disinyalir akan ada ulah dari Syiah karena operasi militer Ashifah al-Hazm terhadap Syiah pemberontak di Yaman.
Yang kami maksudkan adalah dikembangkan efektifitas patroli udara. Gunanya apa? Begitu diketahui ada titik macet atau insident , segera patroli udara berkordinasi mengambil peran menghentikan aliran manusia dan mengarahkan ke jalan keluarnya.
Pikiran seperti ini, kami yakin sudah diketahui oleh para petugas haji insyaallah, namun untuk efektifitasnya diperlukan poin berikutnya:
- teknologi lalu lintas manusia
ini yang kami maksudkan. Setelah ada upaya antisipasi agar tidak terjadi, dan setelah antisipasi dini bila terjadi, lalu apa yang harus dilakukan untuk menghentikan arus manusia, bahkan untuk menghentikan gerakan manusia?
Kalau manusia bisa berhenti serempak maka biidznillah selesai masalah, tidak ada injak-injakan.
- Jika manusia dari satu arah atau lebih berhenti, dan dari arah lain masih mengalir maka akan terjadi petaka. Jika ada suatu jalan ditutup karena insiden maka jamaah akan dibuang ke jalur lain, jika di jalur lain ada yang diblokir oleh pendemo syiah maka jamaah akan berjalan di jalur lain, terus mengumpul di suatu titik , maka menjadi bencana. Atau jamaah jumlah besar bertabrakan dengan jamaah besar lainnya di jalan sempit seperti trgaedi yang lalu (2015).
- Aliran manusia itu seperti aliran air bah sama persis, ada satu yang berhenti atau jongkok mengambil barang jatuh, atau ada yang di kursi roda, atau ada yang bawa barang di atas kepala lalu jatuh dan menyandungi seseorang maka pasti yang jatuh diinjak, dan yang jatuh akan menarik yang berdiri, yang ditarik ikut jatuh, sampai tumpuk menumpuk lapis empat atau lima orang antara sekarat dan meninggal.
- Ditambah lagi jika di kanan kiri jalan ada tenda liar, ditambah lagi kalau panik, ditambah lagi sudah berlangsung satu jam, ditambah lagi udara panas, tenaga orang sudah habis, lemas, ditambah lagi membawa anak kecil, orang tua atau wanita. Kondisi ini yang membawa maut.
- Ditambah lagi, tidak ada jalan keluar, tidak ada komando atau rambu yang disepakati , maka semakin lama berlangsung , korban semakin banyak.
- Selain menyetop jalan yang menuju ke tempat tragedy, dan mencarikan jalan keluar. Adakah teknologi yang disepakati dan dipahami untuk mengatur lalu lintas manusia; disuruh berhenti mereka berhenti, disuruh belok mereka belok? Disuruh balik mereka balik ?
- Adakah “symbol” yang dimengerti bersama? Oleh semua jamaah haji yang datang dari seluruh penjuru dunia dengan beragam bahasa ini?
-
Pengalaman 2006: helikopter dengan speaker berkata dalam bahasa Arab: “makanakum!” “la tataharraku” (diam di tempat! Jangan bergerak!) teriakan petugas sampai parau.
Pertama: bagi yang faham seperti saya, teriakan itu tidak bisa saya jalankan, saya tidak bisa berhenti sebab dibawa oleh air bah manusia. Yang disuruh berhenti hanya di satu titik.
Kedua: bagi yang tidak faham, teriakan itu tidak ada artinya, atau bahkan tambah panik!
Karena teriakan demi teriakan tidak berguna, dan manusia bergelimpangan akhirnya helikopter itu pergi meninggalkan tempat, seolah- yang saya fahami- mereka tidak tega melihat kita mati sementara tidak ada yang bisa merka lakukan untuk menolong!
Yang ada dalam benak saya, adakah lalu lintas manusia yang bisa disepakati? Seperti lampu lalu lintas mobil? Kalau merah berhenti, kalau lampu hijau berjalan, kalau ada tanda panah belok?!
Tapi serentak.
Kalau di lalu lintas kita, lampu rambu-rambu untuk manusia bergambar manusia, kalau untuk mobil bulat. Bisakah itu disepakati di Mina lalu difahami oleh semua jamaah haji?!
Dimanakah rambu-rambu itu ditempatkan?
Rambu-rambu itu ya terpasang di jalan raya seperti lampu untuk mobil.
Saat terjadi tragedy “bahasa lampu” itu bisa dibantu oleh helikopter.
Jika, bisa disepakati ada satu “aba-aba” atau Rambu-rambu” untuk “berhenti di tempat” secara serentak oleh seluruh jamaah haji, baik yang ada di pusaran kejadian maupun yang jauh dari situ, maka aman dengan izin Allah.
- Bagi jamaah haji yang diuji dengan musibah “berdesak-desakan “, maka sebaiknya: tidak berteriak-teriak, dan tidak mengerahkan tenaga, sebab itu akan membuat kita cepat lemas dan jatuh lebih dulu sebelum orang jatuh. Juga tidak minta tolong kepada yang ghaib selain Allah, sebab dalam peristiwa itu ada yang memanggil minta pertolongan “ya zaenab, ya Ali ya Husain”. Yang benar, “ya Allah”. Dan pasrahkan semua kepada Allah siap untuk mati khusnul Khatimah dengan membaca dua kalimat syahadat di tempat mulia itu.
- Kalau sudah bisa menghentikan seluruh manusia secara serentak maka hampir selesai masalah. Tinggal: tim udara memandu mencarikan jalan keluar.
- Melarang syiah iran untuk haji. Mengapa? Karena akidah rafidhah yang rusak tentang haji dan jamaah haji , karena agenda politik wilayatul Faqih, karena rekam jejak jamaah haji syiah Iran yang merah.
Selama ini tidak ada warga asing di negri orang untuk berdemo apalagi di musim haji di tempat suci selain orang syiah Iran.
- Jika pelarangan syiah iran tidak mungkin maka wajib dilakukan pembatasan2:
- Kuota terbatas, kalau perlu diupayakan tidak disusupi garda revolusi (seperti yang ramai sekarang)
- Syarat ketat, tidak boleh demo, kalau demo maka akan ditindak keras, atau negaranya yang bertanggungjawab.
- Tidak boleh ada syiar selain haji Islam, maka tidak boleh syiah atau yel yel “Ali-Ali-Ali” atau “labbaika ya Husain”
- Pelarangan-pelarangan ini atau syarat-syarat ini ditandatangani oleh seluruh anggota negara OKI, jika tidak mau tanda tangan ya tidak diberi visa, misalkan seperti itu.
- Ada satu web resmi yang aktif –dengan banyak bahasa- untuk memberikan info dan membantah berita tidak benar tentang tragedy yang sedang terjadi.
Ini yang ada dalam uneg-uneg saya.
Adapun usulan beberapa pihak bahwa pengelolaan haji dilakukan oleh bukan negara Saudi, oleh negara lain atau kumpulan negara lain, atau badan dunia, maka itu tidak realistis dan bukan solusi, melainkan hanya luapan emosi .
Wallahu a’lam bish showab.