Imigran Syiah Iran Ajarkan Cara Shalat Baru, Walikota Pekanbaru Waspada

shalatnya-orang-syiah-640x347

MajalahBerita.com – Imigran Syiah Iran di Pekanbaru mengajarkan tata cara shalat yang baru. Walikota Pekanbaru H Firdaus MT pun menegaskan bahwa pihaknya saat ini tengah mewaspadai aliran Syiah yang mulai masuk ke Kota Pekanbaru.

“Kita mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dari dampak buruk baik sosial maupun agama,” ungkap Firdaus.

Dikutip dari Datariau.com dan SalamOnline, warga negara asing tersebut merupakan pendatang gelap asal Afghanistan, Irak dan kebanyakan dari Iran.

Keberadaan pria dengan tubuh tinggi, kulit putih dan hidung mancung yang kebanyakan remaja ini pun menjadi idola baru bagi sebagian remaja putri sehingga ajaran-ajaran Syiah mudah disusupi kepada mereka.

Warga Syiah Iran pun sudah berkeliaran di mana-mana dan sangat mudah dijumpai bahkan telah berbaur dengan masyarakat setempat seperti di Jalan Ahmad Yani Pekanbaru yang tak jauh dari Kantor Imigrasi.

“Kita harus waspada, mereka ini pendatang gelap yang bermasalah di negaranya dan beralasan mencari suaka ke Kota Pekanbaru,” kata Firdaus.

Kebanyakan mereka bertaqiyah alias berpura-pura bahwa mereka bukan Syiah karena tahu bahwa ummat Islam di Indonesia sudah mewaspadai Syiah. Menurut Syiah sendiri, Taqiyah wajib dilakukan.

Taqiyah bahkan menjadi salah satu prinsip agama mereka. Taqiyah dilakukan kepada orang selain Syiah, seperti ungkapan bahwa Al-Qur’an Syiah adalah sama dengan Al-Qur’an Ahlus Sunnah.

Ciri lainnya dari Syiah adalah tidak Shalat Jumat. Jika pun ada yang Shalat Jumat tetapi dia langsung berdiri setelah imam mengucapkan salam. Orang-orang akan mengira dia mengerjakan shalat sunnah, padahal dia menyempurnakan shalat Zuhur empat rakaat.

Di Pekanbaru sendiri muncul pemahaman bahwa shalat tidak usah diakhiri dengan salam, melainkan tepukan di kedua paha seperti shalatnya orang-orang Syiah.

Pengikut Syiah jarang shalat berjamaah karena mereka tidak mengakui shalat lima waktu, tapi yang mereka yakini hanya tiga waktu saja. Pemahaman seperti itu pun kini sudah mulai menyebar di Pekanbaru.

(Visited 1 visits today)

3 thoughts on “Imigran Syiah Iran Ajarkan Cara Shalat Baru, Walikota Pekanbaru Waspada”

  1. [1/10, 16:48] Adi Gunawan: LARANGAN TEMPAT IMAM LEBIH TINGGI DARIPADA MAKMUM

    Syari’at Islam dewasa ini sudah mulai menjadi asing di kalangan umat islam sendiri. Diantara kebanyakan syari’at yang belum diketahui dan di anggap asing oleh umat Islam sendiri terkait hal-hal yang berhubungan dengan Ibadah shalat adalah meninggikan tempat posisi Imam lebih tinggi daripada makmum ketika shalat berjamaah.

    Buktinya, masih banyak mesjid mesjid yang ada di sekitar kita yang sengaja menembok posisi tempat imam lebih tinggi daripada makmum walaupun hanya beberapa cm saja (di luar batas hukum ‘Urfi). Tapi jika kita kaji, ternyata Rasulullah saw melarang umat Islam untuk membuat tempat imam lebih tinggi daripada makmum, sebagaimana dijelaskan oleh para Ahli hadits dan Fuqaha dalam kitab-kitab karangannnya, diantaranya Imam Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad As-Syaukani membahas masalah ini dengan jelas dalam kitabnya “Nailul Authar Syarah Muntaqal Akhbar” Bab “Wuquufu Imam a’la min ma’mum wa bil ‘aksi (Berdirinya Imam lebih tinggi daripada makmum atau sebaliknya)”.

    1.  Hadits
    Shahabat Hammam : 
    عَنْ هَمَّامٍ : أَنَّ حُذَيْفَةَ أَمَّ النَّاسَ بِالْمَدَائِنِ عَلَى دُكَّانٍ ، فَأَخَذَ أَبُو مَسْعُودٍ بِقَمِيصِهِ فَجَبَذَهُ ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ قَالَ : أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّهُمْ     ؟ قَالَ : بَلَى قَدْ ذَكَرْتُ حِينَ مَدَدْتنِي . (رَوَاهُ أَبُو دَاوُد) .

    Dari Hammam : Bahwa sesungguhnya Huzaifah mengimami manusia di Kota Mada-in (kota di Baghdad) di atas toko/tempat duduk panjang yang tinggi. Maka Abu Mas’ud mengambil baju gamisnya dan menariknya. Maka ketika selesai dari shalatnya, Abu Mas’ud berkata :
    “Apakah kamu tidak mengetahui sesungguhnya mereka melarang dari perbuatan itu? Hudzaifah menjawab, “Ya, benar !. aku baru ingat ketika engkau menarikku gamishku (HR. Abu Daud, “hadits shahih”) 

    2.  Hadits
    sahabat ‘Ady bin Tsabit al-Anshary :
    عَنْ عَدِيِّ بْنِ ثَابِتٍ الْأَنْصَارِيِّ : حَدَّثَنِي رَجُلٌ أَنَّهُ كَانَ مَعَ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ بِالْمَدَائِنِ فَأُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَتَقَدَّمَ عَمَّارٌ وَقَامَ عَلَى دُكَّانٍ يُصَلِّي وَالنَّاسُ أَسْفَلَ مِنْهُ فَتَقَدَّمَ حُذَيْفَةُ فَأَخَذَ عَلَى يَدَيْهِ فَاتَّبَعَهُ عَمَّارٌ حَتَّى أَنْزَلَهُ حُذَيْفَةُ ، فَلَمَّا فَرَغَ عَمَّارٌ مِنْ صَلَاتِهِ قَالَ لَهُ حُذَيْفَةُ : أَلَمْ تَسْمَعْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِذَا أَمَّ الرَّجُلُ الْقَوْمَ فَلَا يَقُمْ فِي مَكَانٍ أَرْفَعَ مِنْ مَقَامِهِمْ أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ ؟ قَالَ عَمَّارٌ : لِذَلِكَ اتَّبَعْتُكَ حِينَ أَخَذْتَ عَلَى يَدَيَّ. (رَوَاهُ أَبُو دَاوُد )

    Dari Adi bin Tsabit al-Anshari, seseorang telah menceritakan kepadaku bahwa ia bersama ‘Ammar bin Yasir di kota Mada’in.
    Kemudian dikumandangkan iqamat. Lalu ‘Ammar maju dan berdiri di atas tempat
    yang lebih tinggi melakukan shalat, sementara orang-orang di bawah. Hudzaifah pun maju lalu menarik dua tangannya hingga ‘Ammar mengikutinya sampai Hudzaifah menurunkannya. Ketika ‘Ammar selesai dari shalatnya Hudzaifah berkata,
    “Tidakkah kamu mendengar Rasulullah SAWbersabda : ‘Apabila seseorang mengimami suatu kaum, maka janganlah ia berdiri pada tempat yang lebih tinggi dari tempat mereka atau semakna dengan itu.’ Ammar pun berkata, ‘Karena itulah saya menuruti engkau ketika kamu memegang tanganku’.” (HR. Abu Dawud)

    3.  Hadits
    sahabat Abu Mas’ud Al-Anshariy al-Anshary :
    عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ اْلأَنْصَارِي قَالَ :            وَالنَّاسُ خَلْفَهُ ، يَعْنِي أَسْفَلَ مِنْهُ. (المستدرك على الصحيحين 1:329، سنن البيهقي الكبرى : 3:108، سنن الدارقطنى 2/88)

    Dari Abu Mas’ud Al-Anshariy, berkata:
    Rasulullah saw melarang seorang imam berdiri di atas sesuatu sedangkan orang-orang di belakangnya (makmum) lebih rendah darinya. (Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain 1:329 no.761, Sunan al-Baihaqiy al-Kubra 3:108 no.5014, Sunan ad-Daraquthniy 2:88 no.1)

    Ketiga hadits diatas menjadi dalil tentang dibencinya meninggikan tempat duduk Imam ketika shalat berjamaah. 
    Imam As-Syaukani dalam kitab Nailul Authar
    berkesimpulan :

    ( وَالْحَاصِل ) مِنْ الْأَدِلَّة مَنْع ارْتِفَاع الْإِمَام عَلَى الْمُؤْتَمِّينَ مِنْ غَيْر فَرْق بَيْن الْمَسْجِد وَغَيْره وَبَيْن الْقَامَة وَدُونهَا وَفَوْقهَا ، لِقَوْلِ أَبِي سَعِيدٍ : إنَّهُمْ كَانُوا يُنْهَوْنَ عَنْ ذَلِكَ . وَقَوْل ابْنِ مَسْعُودٍ : ” نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” الْحَدِيث .
    Al-Hasil/kesimpulnnya ; dari dalil-dalil
    tersebut adalah dilarangnya imam berada di tempat yang lebih tinggi dari pada makmum, tanpa ada perbedaan, baik itu di masjid ataupun di tempat lainnya, yang sejajar dengan tinggi badan, di bawahnya atau di atasnya. Berdasarkan perkataan Abu Mas’ud : “sesungguhnya mereka melarang dari perbuatan itu?. dan perkataan Ibnu Mas’ud : Rasulullah saw melarang. Bacalah kembali haditsnya. [Nailul Authar 3, hal. 236].
    Sayyid sabiq dalam kitab fiqih sunnah berkomentar:

    يُكْرَهُ أَنْ يَقِفَ الإِمَامُ أَعْلَى مِنَ الْمَأْمُوْمِ : فَعَنْ أََبِي مَسْعُوْدٍ اْلأَنْصَارِي قَالَ : نَهَى رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم أَنْ يَقُوْمَ اْلإِمَامُ فَوْقَ شَيْءٍ وَالنَّاسُ خَلْفَهُ يَعْنِي أَسْفَلَ مِنْهُ، (رواه الدَّارَقطْنِي وسكت عنه الحافظُ في التّلخيص). وعَنْ هَمَّامِ بْنِ الْحَارِثِ أَنَّ حُذَيْفَةَ أَمَّ النَّاسَ بِالْمَدَائِنِ عَلَى دُكَّانٍ فَأَخَذَ أَبُو مَسْعُودٍ بِقَمِيصِهِ فَجَبَذَهُ فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ قَالَ : أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّهُمْ كَانُوا يُنْهَوْنَ عَنْ ذَلِكَ؟ قَالَ : بَلَى ، قَدْ ذَكَرْتُ حِينَ مَدَدْتَنِي. (روه أبو داود والشافعيوالبيهقى وصححه الحاكم وابن خزيمة وابن حبان).
    Seorang imam dimakruhkan (dibenci) berdiri di tempat yang lebih tinggi dari tempat makmum. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Mas’ud Al-Anshari ia berkata: “Rasulullah SAW melarang seorang imam itu berdiri di atas sesuatu, sedangkan makmum berada di bawahnya atau lebih rendah darinya”
    (HR. Daruquthni, tetapi tidak disebutkan oleh Al-Hafidz dalam kitab At-Talkhis).  Dan dari Hammam bin Harits, ”Sesungguhnya Hudzaifah mengimami orang-orang di Madain di atas dukan (tempat yang tinggi) Lalu Abu Mas’ud memegang gamisnya dan
    menariknya, ketika setelah selesai salat ia berkata: Tidakkah kamu tahu bahwa
    sesungguhnya mereka (para sahabat) melarang dari hal itu?. Dia menjawab: tentu
    saja saya tahu, sungguh saya ingat ketika kamu menarikku”. (HR Abu Daud,
    Syafi’i, Baihaqi, dan disahkan oleh Hakim, Imam Khuzaimah, dan Ibnu Hibban) [Fiqih Sunah I, hal. 146)

    Syukran

    Reply
  2. Ada baiknya para ulama atau MUI melakukan sosialisasi di mesjid2, dilingkungan RT atau RW untuk memberikan pembelajaran kepada masyarakat apa itu Syiah. Kalau pemerintah tidak cepat tanggap dan mengantisipasi, maka yakinlah suatu saat akan jadi masalah.seperti kebiasaan orang kita, terjadi dulu baru dicari penyelesaiannya bukan dicegah dulu sebelum kejadian.tp saya agak miris pemerintah akan melaksanakannya, krn disana tdk ada uangnya.tp seandainya disana ada uang masuknya saya yakin akan berbondong 2 orang akan menghalaunya.

    Mari kita bantu Para Ulama dalam mensosialisasikan fatwa tentang kesesatan Syiah.

    Reply

Leave a Reply

*