Ilustrasi Jalaluddin Rakhmat (kanan) bersalaman dengan petinggi syiah Iran/ foto LPPI makassar
Jalaluddin Rakhmat diadukan atas dugaan tindak pidana menggunakan ijazah S3 tahun 1999 dari lembagan di Timor Timur (waktu masih jadi wilayah Indonesia) yang perguruan tinggi itu tidak mendapatkan izin dari Ditjen Dikti Kemendikbud.
Ijazah (diduga abal-abal) ini diakui oleh Jalaluddin Rakhmat digunakan dalam kepangkatannya di Unpad Bandung sejak 2006, sehingga menjadi landasan pensiunan dengan gelar doktor sejak tahun 2013.
Jalaluddin Rakhmat akan diadukan kembali ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR Senin siang 21 September 2015 karena diduga menggunakan ijazah S3 (doktor) abal-abal yang lembaganya tidak mendapatkan izin dari Dirjen Dikti Kemendikbud.
Ijasah S3 yang diduga abal-abal itu adalah keluaran dari Distance Learning Institut (DLI) Dilli Timor Timur tahun 1999 (waktu masih jadi wilayah Indonesia).
Dalam pengaduan pertama ke MKD DPR, LPPI Indonesia Timur, tertanggal 27 Februari 2015, pengadu melampirkan Surat Dirjen Dikti Kemendikbud yang menyebut DLI tidak sah beroperasi di Indonesia. Tidak pernah dapat izin dari Dikti. Padahal ijazah ini diakui oleh Jalal digunakan dalam kepangkatannya di Unpad sejak 2006, sehingga menjadi landasan pensiunan dgn gelar doktor sejak tahun 2013.
Anehnya, MKD mengeluarkan surat keputusan bernomor 02/PTS-MKD/V/2015, memutuskan Jalaluddin Rakhmat tidak terbukti melakukan pelanggaran etik.
Oleh karena itu, Ustadz Said A Shomad selaku pengadu kini mengadukan kembali kasus pidana dugaan penggunaan ijazah abal-abal oleh anggota DPR Jaluddin Rakhmat ini ke MKD DPR, direncanakan Senin Siang 21 September 2015.
Di antara isi aduannya, menurut Said A Shomad, Pengadu mohon kepada Yth. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berkenan untuk meninjau kembali putusan MKD bernomor 02/PTS-MKD/V/2015 yang memutuskan Jalaluddin Rakhmat tidak terbukti melakukan pelanggaran etik.
Alasan pengadu diantaranya:
Mahkamah Kehormatan DPR RI sebelum membuat keputusan seharusnya meminta penjelasan kepada Kepolisian Resort Kota Besar Makassar tentang status akhir dari proses penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Kota Besar Makassar.
Hal itu harus dilakukan agar Mahkamah Kehormatan DPR RI dapat melihat masalah ini secara menyeluruh dan komprehensif, namun kenyataannya, pada butir 16 daftar bukti Surat Keputusan MKDRI yang berhubungan dengan penyidikan POLRESTABES Makassar, MKDRI hanya merujuk pada Gelar Perkara dalam rangka penyidikan tanggal 29 Januari 2014 , sedangkan status paling akhir penyidikan (13 April 2015 ) tidak digunkan sebagai alat bukti dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas dan mengingat perkara ini adalah proses Hukum dalam ranah Pidana yang sampai saat ini masih sedang dilakukan serangkaian tindakan penyidikan dari Penyidik POLRESTABES Makasaar dengan status akhir telah dikeluarkannnya surat – surat resmi sbb:
- Surat Nomor : B/524/IV/2015/Reskrim, tetanggal 13 April 2015 oleh Penyidik POLRESTABES Makassar. ( Lampiran ….)
- Surat Penugasan Nomor : 6144/UN4.6/KP.24/2015, tanggal 30 Juni 2015 yang dikeluarkan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanudin Makassar ( Lampiran..)
Bahwa disini jelas bahwa:
— proses penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian sampai saat ini belum selesai.
— sedang hasil putusan pada rapat tertutup yang dihadiri oleh Pimpinan dan Anggota Mahkamah Kehormatan DPR RI pada hari Rabu tanggal 20 Mei 2015 adalah putusan yang hanya mendasarkan keterangan Teradu dan tidak melibatkan pihak – pihak terkait dalam hal ini Kepolisian sehingga menghasilkan keputusan yang sangat subyektif dan premature.
Bahwa berdasarkan penjelasan singkat tersebut diatas, Pengadu mohon kepada Yth. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berkenan untuk meninjau kembali putusan tersebut diatas , mengingat :
- Bahwa pengaduan yang diajukan oleh Pengadu atas diri Teradu adalah persoalan serius menyangkut integritas dunia pendidikan yang saat ini Pemerintah telah dengan tegas mengambil tindakan hukum terhadap masalah tsb.
- Bahwa telah ada kerugian nyata bagi masyarakat baik secara moril maupun materiil atas segala tindakan Teradu yang sedemikian rupa dan merupakan pembohongan public yang tidak seharusnya dilakukan oleh Anggota Dewan Yang Terhormat.
Perlu diketahui, di masyarakat, Jalaluddin Rakhmat yang belakangan ini menjadi anggota DPR RI dari PDIP itu dikenal sebagai pentolan aliran sesat Syiah (Syiah difatwakan sesat oleh MUI Jatim dan fatwa itu dinyatakan sah oleh Ketua MUI Pusat Ma’ruf Amin).
Bohong
Dalam hal berbohong, Jalaluddin Rakhmat dikenal pula, di antaranya dalam kasus mengamuknya gerombolan syiah ke Az-Zikra di Sentul Bogor. Jalaluddin Rakhmat telah berbohong bahwa yang bertindak anarkis itu bukan dari syiah. Padahal dalam pengadilan, terbukti mereka orang-orang syiah.
Di antara beritanya sebagai berikut.
DEDENGKOT SYI’AH SI JALAL BERDUSTA SOAL PENYERANGAN MASJID AZ ZIKRA
Dedengkot Syi’ah Indonesia yang juga Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), Jalaluddin Rakhmat (Si Jalal) akhirnya angkat suara terkait penyerangan brutal dan kejam yang dilakukan sekitar 40 orang gerombolan preman yang dipimpin oleh Habib Ibrahim Al-Habsyi di kompleks Masjid Az Zikra Sentul Bogor pada Rabu (11/2/2015) malam.
Jalal menyebut jika para pelaku penyerangan di kampung majelis dzikir Az Zikra pimpinan KH Muhammad Arifin Ilham bukan berasal dari kelompok Syi’ah. “Kenapa tiba-tiba langsung menyebut itu Syiah? Itu bukan Syiah,” kata Jalal, pada Kamis (12/2/2015) seperti dilansirCNN Indonesia.
Jalal mengatakan, tudingan yang menyebutkan bahwa pemimpin penyerangan, yakni Habib Ibrahim Al Habsyi adalah seorang Syi’ah tidaklah benar. “Siapa Ibrahim Al Habsyi? Saya tidak kenal. Dia bukan Syi’ah, dan orang-orang Syiah tidak tahu ada penyerangan itu,” kilah Jalal.
Tidak hanya itu saja, bahkan Jalal menyebut jika penyerangan itu sebatas konflik lokal semata, dan dia meminta jangan ditarik menuju konflik yang lebih luas. Jalal kembali beralasan jika dalam sejarah Syi’ah-Sunni, tidak pernah ada cerita tentang serangan yang dilakukan oleh Syi’ah. “Yang selalu diserang itu Syiah. Sejak kapan ada Syi’ah menyerang Sunni? Ini hanya perilaku kelompok,” kata Jalal.
Namun Faktanya Lukman Husain yang mendampingi para penyerang perumahan dan masjid Az Zikra Sentul Bogor asuhan KH Muhammad Arifin Ilham pada Rabu (11/2/2015) malam mengaku jika dirinya adalah pemeluk Syi’ah. Tapi Lukman tidak merinci dimana dia tinggal dan apa saja aktivitasnya.
Kasus itu juga terungkap dalam berita: Terdakwa Mungkir, tapi Terungkap Syiahnya Oleh Terdakwa Lain http://www.nahimunkar.com/terdakwa-mungkir-tapi-terungkap-syiahnya-oleh-terdakwa-lain/
Dengan data-data seperti tersebut, tampaknya dengan diadukannya kembali Jalaluddin Rakhmat mengenai dugaan tindak pidana berupa penggunaan ijazah abal-abal tersebut menambah deretan daftar prilaku buruk yang tak pantas dari seorang anggota dewan yang terhormat ini.
(nahimunkar.com)