(189 PERTANYAAN YANG DAPAT MENUNTUN MEREKA
KEPADA AGAMA NABI -Shalallahu alaihi wasalam- DAN AHLUL BAIT)
OLEH
Sulaiman ibn Shalih al-Kharasyi
diterjemah dan disajikan
oleh Abu Hamzah Agus Hasan Bashori al-Sanuwi
30.
بوّب الكليني باباً مستقلاً في الكافي بعنوان (إنّ النساء لا يرثن من العقار شيئا)، روى فيه عن أبي جعفر قوله: «النساء لا يرثن من الأرض ولا من العقار شيئاً» .
وروى الطوسي في التهذيب عن ميسر قوله: «سألت أبا عبد الله عليه السلام عن النساء ما لهن من الميراث؟ فقال: لهن قيمة الطوب والبناء والخشب والقصب فأما الأرض والعقار فلا ميراث لهن فيهما» وعن محمد بن مسلم عن أبي جعفر عليه السلام قال: «النساء لا يرثن من الأرض ولا من العقار شيئاً» وعن عبد الملك بن أعين عن أحدهما عليهما السلام قال: «ليس للنساء من الدور والعقار شيئًا». وليس في هذه الروايات تخصيص أو تقييد لا لفاطمة رضي الله عنها ولا غيرها.
وعلى هذا فإنه لا حق لفاطمة رضي الله عنها أن تطالب بميراث رسول الله صلى الله عليه وسلم؛ (حسب روايات المذهب الشيعي). وأيضاً كل ما كان للرسول صلى الله عليه وسلم فهو للإمام، فعن محمد بن يحيى، عن أحمد بن محمد رفعه، عن عمرو بن شمر، عن جابر، عن أبي جعفر (ع) قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : «خلق الله آدم وأقطعه الدنيا قطيعة، فما كان لآدم (ع ) فلرسول الله صلى الله عليه وسلم وما كان لرسول الله فهو للأئمة من آل محمد» والإمام الأول بعد رسول الله حسب معتقد الشيعة هو علي رضي الله عنه، ولذا فالأحق بالمطالبة بأرض فدك هو علي رضي الله عنه، وليس فاطمة رضي الله عنها، ولم نره فعل ذلك، بل هو القائل: «ولو شئت لاهتديت الطريق إلى مصفى هذا العسل، ولباب هذا القمح، ونسائج هذا القز، ولكن هيهات أن يغلبني هواي وأن يقودني جشعي إلى تخير الأطعمة، ولعل بالحجاز واليمامة من لا طمع له في القرص، ولا عهد له بالشبع» .
Al Kulaini menulis bab tersendiri di dalam Al Kafi dengan judul “Inna An Nisaa’ Laa Yaritsna Minal ‘Aqaari Syai’an (Sesungguhnya Kaum wanita tidak mewarisi sedikitpun dari harta yang berupa real estate)” Di dalamnya dia meriwayatkan perkataan dari Abu Ja’far, “Kaum wanita tidak mewarisi dari harta yang berupa tanah dan real estate sedikitpun.”1
Ath-Thusi meriwayatkan di dalam At Tahdzib2 dari Muyassar, yaitu perkataannya, “Saya bertanya kepada Abu Abdillah alaihissalam tentang kaum wanita, apa yang mereka peroleh dari harta warisan? Lalu dia menjawab, “Mereka memperoleh nilai dari batu bata, bangunan, kayu dan bambu. Adapun pada harta yang berupa tanah dan real estate, maka tidak ada warisan bagi mereka.” Dan dari Muhammad bin Muslim, dari Abu Ja’far alaihissalam, dia berkata, “Kaum wanita tidak mewarisi dari harta yang berupa tanah dan real estate sedikitpun.” Dan dari Abdul Malik bin A’yun, dari salah seorang di antara keduanya alaihissalam (maksudnya Abu Abdillah dan Abu Ja’far), dia berkata, “Tidak ada warisan sedikitpun bagi kaum wanita dari harta yang berupa rumah dan real estate.” Di dalam riwayat-riwayat ini tidak ada kekhususan atau pembatasan, baik bagi Fatimah radhiyallahu ‘anha dan juga yang lain.
Dengan demikian, maka tidak ada hak bagi Fatimah radhiyallahu ‘anha untuk menuntut warisan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam (berdasarkan riwayat madzhab Syi’ah). Dan juga, semua yang dimiliki oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjadi milik imam. Berdasarkan riwayat dari Muhammad bin Yahya, dari Ahmad bin Muhammad, dia me-marfu’-kannya (mengangkat sanad itu hingga sampai ke Rasulullah), dari Amr bin Syamr, dari Jabir, dari Abu Ja’far alaihissalam, dia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Allah menciptakan Adam dan memberikan untuknya bagian sedikit dari dunia. Apa yang dimiliki Adam, maka itu menjadi milik Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan apa yang menjadi milik Rasulullah, maka itu menjadi milik para imam dari keluarga Muhammad.”3 Dan imam yang pertama sepeninggal Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berdasarkan keyakinan Syi’ah adalah Ali radhiyallahu ‘anhu. Karena itu, yang berhak untuk menuntut tanah Fadak mestinya Ali radhiyallahu ‘anhu, bukan Fatimah radhiyallahu ‘anha. Nyatanya kita tidak pernah melihat dia (Ali t) melakukannya, bahkan dialah yang mengatakan, “Andaikata aku mau, niscaya aku mampu mendapatkan madu yang telah disaring, inti dari gandum ini, tenunan dari sutera ini, tetapi bagaimana mungkin hawa nafsuku mengalahkanku dan sifat tamakku menggiringku untuk memilih-milih makanan-makanan ini. Bisa jadi di Hijaz dan Yamamah ada orang yang tidak memiliki keserakahan pada kepingan uang logam dan tidak pernah merasakan kenyang.”4
31.
لماذا قاتل أبو بكر رضي الله عنه المرتدين، وقال: لو منعوني عقالاً كانوا يؤدونه لرسول الله لقاتلتهم عليه، بينما يقول الشيعة بأن عليًا رضي الله عنه، لم يخرج المصحف الذي كتبه عن الرسول صلى الله عليه وسلم خوفاً من أن يرتد الناس!! وقد كان هو الخليفة، وله من الصفات والتأييد الإلهي كما يدعي الشيعة، ومع هذا يرفض أن يُخرج المصحف خوفاً من ارتداد الناس، ويرضى أن يدع الناس في الضلال، وأبو بكر يقاتل المرتدين على عقال بعير!!
31 لقد أجمع أهل السنة والجماعة، والشيعة بجميع فرقهم على أن علي بن أبي طالب رضي الله عنه شجاع لايشق له غبار، وأنه لايخاف في الله لومة لائم. وهذه الشجاعة لم تنقطع لحظة واحدة من بداية حياته حتى قتل على يد ابن ملجم. والشيعة كما هو معلوم يعلنون أن علي بن أبي طالب هو الوصي بعد النبي صلى الله عليه وسلم بلا فصل.
فهل توقفت شجاعة علي رضي الله عنه بعد وفاة النبي صلى الله عليه وسلم حتى بايع أبا بكر الصديق رضي الله عنه؟!
ثم بايع بعده مباشرة الفاروق عمر بن الخطاب رضي الله عنه؟!
ثم بايع بعده مباشرة ذا النورين عثمان بن عفان رضي الله عنه؟!
فهل عجز رضي الله عنه ـ وحاشاه من ذلك ـ أن يصعد منبر رسول الله صلى الله عليه وسلم ولو مرة واحدة في خلافة أحد الثلاثة ويعلنها مدوية بأن الخلافة قد اغتصبت منه؟! وأنه هو الأحق بها لأنه الوصي؟!
لماذا لم يفعل هذا ويطالب بحقه وهو من هو شجاعة وإقدامًا؟! ومعه كثير من الناصرين المحبين؟!
Mengapa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu memerangi orang-orang yang murtad dan dia mengatakan, “Andaikata mereka menghalangiku (untuk membayarkan) tali kekang binatang ternaknya yang dahulu mereka bayarkan kepada Rasulullah, niscaya akan aku perangi mereka karenanya. Sementara kelompok Syi’ah mengatakan bahwa Ali radhiyallahu ‘anhu tidak (berani) mengeluarkan mushaf yang dia tulis dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam karena takut manusia akan murtad. Padahal dia adalah khalifah yang tentu saja memiliki kekhususan sekaligus pertolongan dari Tuhan seperti yang diklaim oleh kelompok Syi’ah. Meskipun demikian beliau menolak untuk mengeluarkan mushaf karena takut manusia murtad dan rela membiarkan manusia dalam kesesatan, padahal Abu Bakar memerangi orang-orang yang murtad hanya karena enggan memberikan tali kekang onta?!
32. Ahlussunnah wal Jama’ah dan kelompok Syi’ah dengan seluruh sektenya bersepakat bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah seorang pemberani yang tak tertandingi dan dia tidak takut karena Allah terhadap celaan orang yang mencela. Keberanian ini tidak pernah terhenti sesaatpun mulai dari awal kehidupannya hingga akhirya dibunuh oleh Ibnu Muljam. Sedangkan kelompok Syi’ah sebagaimana diketahui, mereka memberitakan bahwa Ali bin Abi Thalib, adalah orang yang mendapat wasiat setelah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam secara langsung tanpa ada pemisah.
Lalu apakah keberanian Ali radhiyallahu ‘anhu terhenti setelah wafatnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, hingga akhirnya dia berbai’at kepada Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu?!
Kemudian sesudahnya secara langsung dia berbai’at kepada Al-Faruq Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu?!
Kemudian sesudahnya secara langsung dia berbai’at kepada Dzunnurain Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu?!
Apakah dia radhiyallahu ‘anhu tidak mampu -alangkah jauhnya dia dari semua itu- untuk naik ke mimbar Rasulullah meskipun sekali saja pada masa kekhalifahan salah seorang dari tiga khalifah ini dan memberitahukan dengan suara lantang, bahwa kekhalifahan telah dirampas dari tangannya?! Dan dialah yang paling berhak untuk itu karena dia adalah orang yang diberi wasiat.
Mengapa dia tidak melakukan hal ini dan menuntut haknya, padahal dia adalah orang yang pemberani?! Di samping itu, banyak penolong yang mencintainya yang siap mendukungnya?!
1 Lihat Furu’ Al Kafi karya Al Kulaini (7/ 127).
2 (9/254).
3 Ushulul Kafi karya Al Kulaini, kitab Al Hujjah, bab Annal Ardha Kulluha Lilimam alaihissalam (1/ 476).
4 Nahjul Balaghah (1/ 211).