Oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi
KUNJUNGAN Grand Sheikh Al-Azhar, Prof. Dr. Ahmad Muhammad Ahmad al-Thayyib ke Indonesia sejak Senin (22/2/2016) membawa catatan penting, khususnya dalam dua ranah penting: ranah diplomasi dan pemikiran. Dalam tulisan ini penulis akan fokus pada ranah kedua saja: pemikiran. Berikut ini adalah poin-poin penting yang dapat disarikan dari kunjungan bersejarah Syeikh Al-Azhar, Prof. Dr. Ahmad al-Thayyib itu.
Pertama, lima puluh tahun silam, Syeikh Al-Azhar yang ketika itu diduduki oleh Syeikh Mahmud Syaltut juga berkunjung ke Indonesia pada 1962. Masjid Agung Kebayoran Baru yang dibina oleh Buya Hamka menjadi satu tempat bersejarah yang dikunjungi oleh Syeikh Al-Azhar itu. kemudian Masjid Agung itu pun diganti namanya dengan Masjid Al-Azhar, dengan harapan dapat berfungsi sebagaimana Masjid dan Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. (Lihat, Qosim Nursheha Dzulhadi, Buya Hamka dan Tafsir Al-Azhar (Medan: Litbang Publishing, 1437 H/2016 M).
Kedua, pesan damai. Ini salah satu poin penting yang disampaikan oleh Syeikh Al-Azhar. Peran Indonesia amat penting dan nyata bagi umat. Ini dibuktikan dengan nyata dalam sejarah Islam dan kaum Muslimin. Dan pelabelan Islam dengan terosis adalah kezaliman. (www.azhar.eg, “Kalimat Fadhilat al-Imam al-Akbar ila al-Ummah min Jakarta, Selasa (23/2/2016). Untuk itu, umat Islam Indonesia harus bawa pesan damai dan toleransi dan menjunjung tinggi persatuan umat.
Ketiga, sikap Syeikh Al-Azhar terhadap Syiah. Ini sepertinya menjadi poin paling hangat, karena menyita perhatian massa yang sangat luas. Bahkan, dapat dikatakan terjadi pro-kontra dimana-mana. Ini wajar karena Al-Azhar dianggap institusi Islam – bukan hanya dari sisi pendidikan – yang sangat luas diterima di belahan dunia. Ulama-ulama besar internasional jebolan salah satu universitas Islam tertua ini “mewarnai” dunia di berbagai lini kehidupan masyarakat. Maka sangat mafhum jika kemudian pendapat atau pandangan ulamanya dinantikan banyak orang.
Berkaitan dengan pandangan Al-Azhar mengenai Syiah sejatinya bukan hanya dapat diketahui ketika Syeikh Ahmad al-Thayyib datang ke Indonesia. Namun sejak dulu Al-Azhar sudah punya pandangan mengenai sekte Syiah. Pandangannya pun tidak bergeser: Syiah sesat. Maka para ulama’ Al-Azhar pun mengeluarkan kumpulan fatwa mereka mengenai Syiah. Diantara isinya adalah:
- Syiah Ism’iliyyah bukan bagian dari Islam.
- Syiah adalah sekte yang suka melakukan distorsi (muharrifun).
- Syiah sekte Druz yang menikah Muslimah hukumnya (nikahnya) batil, tidak sah. (Ulama Al-Azhar, Fatawa Kibar ‘Ulama’ al-Azhar al-Syarif fi al-Syiah (Kairo: Dar al-Yusri, Cet. IV, 1432 H/2011 M): 41, 43, 49, dst).
Baca: Syeikh Al Azhar Peringatkan Indonesia Akan Penyebaran Ajaran Syi’ah
Mengenai upaya taqrib, Syeikh Muhammad ‘Arafah – salah satu ulama senior dan anggota taqrib antara Sunni dan Syiah – menilai bahwa tujuan Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariah tidak baik. Akhirnya beliau meninggalkan upaya taqrib ini. Diantaranya, karena mereka memurtadkan seluruh Sahabat Nabi Muhammad Saw. Bahkan, mereka melaknat khalifah Abu Bakr dan ‘Umar dan mengafirkan keduanya. Dasarnya mereka pun sangat sederhana: hanya karena tidak mempercayai keimamahan Ali ibn Abi Thalib. Karena imamah ‘Ali dijadikan sebagaian bagian dari iman. (Fatawa Kibar ‘Ulama’ al-Azhar fi al-Syiah, 55, 56).
Baca: Sikap Al-Azhar Mesir tentang ‘Taqrib’ Sunni-Syiah
Bahkan mantan Syaikh Al-Azhar, Prof. Dr. Syeikh Muhammad Sayyid Thanthawi menyatakan dengan tegas, “Innahu la Makana wala Wujuda li al-Syiah kamadzhabin; li’anna Mishr Daulatun Sunniyyah walan taqbala bi nasyr al-tasyayyu’ fi biladina.” (Mesir adalah negara Sunni dan dia tidak akan pernah menerima penyebaran faham Syiah di negeri kami ini). Pandangan ini beliau sampaikan pada hari Selasa (16 Juni 2009) dalam sebuah pertemuan dengan pelajar Saudi Arabia. (Fatawa Kibar ‘Ulama’ al-Azhar al-Syarif, 100).
Bahkan beliau menyatakan dengan tegas,
“Kami memandang telah tiba saatnya untuk menjelaskan kepada para ulama’ dan mewanti-wanti para pemimpin tentang bahaya gerakan Syiah yang mengeluarkan dana milyaran untuk mensyiahkan mayoritas sunni dan menguasai negaranya serta menanamkan hegemoni Persia atasnya. Terkadang mereka menggunakan senjata ‘Perlawanan’ (muqawamah) seperti di Lebanon; atau menggunakan istilah ‘Revolusi’ seperti di Iran; atau istilah slogan ‘Kuota’ (al-Muhashahah) seperti yang terjadi di Iraq; atau slogan ‘Menghilangkan Batas-batas, intimidasi, dan kezaliman’ seperti yang ada di Kuwait, Bahrain, Saudi, dan Yaman.” (Bersambung)
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar
Sumber : http://www.hidayatullah.com/artikel/ghazwul-fikr/read/2016/02/25/90121/syeikh-ahmad-thayyib-al-azhar-dan-syiah.html