Abu Hamzah al-Sanuwi
8 Februari 2016
Ibu Kota Yaman Shan’a yang dikuasai oleh pemberontak Khoutsi dan didukung presiden teguling Ali Abdullah shalih kini menjadi tegang, sebab pasukan koalisi pimpinan Saudi Arabia yang ingin mengembalikan kedaulan yaman dan pasukan rakyat yaman telah merangsek mengepung Shan’a dan telah membobol pintu sebelah timur yaitu “Nihm”.
Peperangan shan’a adalah peperangan terakhir, jatuhnya shan’a adalah jatuhnya pemberontak syiah Yaman.
Maka Syiah ketakutan,bahkan Khoutsi telah membunuh 50 perwira garda republic karena membangkang untuk melaksanakan perintah bergerak ke sisi timur ibukota Shan’a.
Sebagian petinggi Khoutsi yang ada di Hajjah dan Sha’dah berusala melarikan diri keluar bersama Jamaah Tabligh di Hudaidah dengan alasan ingin berdakwah kepada Allah di India dan Pakistan.
Beberapa sumber dari dalam menyebutkan bahwa Khoutsi sudah tidak mampu membayar gaji para pegawai dan tentara, sedang Iran menolak proposal dana yang diajukan untuk membantunya.
Sekali lagi peperangan Shan’a tidak seperti yang lain, jika pejuang Yaman dukungan Koalisi teluk berhasil membebaskan Shan’a maka itu berarti:
1. Agenda Barat untuk memecah Yaman gagal
2. Agenda Iran untuk membentuk bulan sabit syiah gagal
3. Agenda pemberontak gagal total dan kembalinya negera Yaman
Maka ini akan menjadi satu-satunya contoh agenda Iran yang rontok dihadapan kekuatan Arab bahkan dihadapan keinginan Arab. Maka suksesnya ini akan menjadi inspirasi bagi agenda berikutnya di Irak dan Suria.