Bag. 1
Abu Hamzah Agus Hasan Bashori
(Peneliti Kitab Nahj al-Balaghah, Kandidat Doktor dari Universitas Ibn Khaldun Bogor)
Kitab Nahjul Balaghah adalah kitab yang disucikan oleh Syi’ah. Sejak ia ditulis oleh Syarif Radhi al-Baghdadi (Abu al-Hasan Muhammad bin Abi Ahmad al-Thâhir al-Husain ibn Musa Al-Abrasy ibn Muhammad al-A’raj ibn Musa (Abu Sabhah) ibn Ibrahim al-Ashghar ibn Imam Musa ibn Imam Ja’far al-Shâdiq, 359-406 H). Ada juga yang mengatakan bahwa penulisnya adalah kakak al-Radhi yaitu Syarif al-Murtadha (355-436 H). Sejak ia ditulis hingga hari ini sudah banyak menyedot perhatian para ulama baik ulama Syiah yang mensucikannya maupun ulama Ahl al-Sunnah yang ingin membentengi umat dari kesesatannya.
Kajian para ulama Ahl al-Sunnah ini ada yang bersifat umum dan ada yang sangat khusus (rinci). Kajian yang umum saja sudah menghasilkan penilaian terhadap kitab Nahj al-Balâghah bahwa ia adalah kitab sastra yang ditulis oleh tokoh Syiah sekaligus Mu’tazilah yang berisi banyak kebatilan dan dinisbatkan kepada Imam Ali -Radiallahuanhu1.
Diantara hasil telaah para ulama adalah sebagai berikut:
-
Al-Khathib al-Baghdadi (463 H) yang sejaman dengan Syarîf al-Radhi dalam kitabnya Al-Jami’ Li Akhlaq al-Rawi wa Adab al-Sami’ –meskipun tidak menyebut nama Nahj al-Balaghah- telah memberikan isyarat tentang Kedustaan kandungan kitab ini yang memuat 238 khuthbah (ada yang mengatakan 241 Khuthbah) yang dinisbatkan kepada Imam Ali -Radiallahuanhu-.”
Beliau berkata :
Adapun yang mirip dengan apa yang kita sebutkan tadi2 adalah hadits-hadits tentang malahim (peperangan), dan peristiwa-peristiwa, sesungguhnya kebanyakannya adalah palsu, dan mayoritas dibikin (oleh orang), seperti kitab yang dinisbatkan kepada Daniyal (Daniel), dan khutbah-khutbah yang (dinisbatkan) periwayatannya kepada Ali bin Abi Thalib.3
- Al-Qodhiy muhammad bin ‘abdillah abu Bakr bin al ‘Arobiy al Ma’aririfiy al Asybiliy al Maliki (W 543 H) berkata :
Kitab Nahj al-Balâghah adalah satu diantara kitab-kitab yang dijadikan referensi oleh Syi’ah. Mereka menyandarkan (perkataan2 didalanmnya) kepada ‘Ali r.a. Namun hakikatnya adalah sebagian saja. Malahan kebanyakan adalah (perkataan-perkataannya) al-Radhi dan al-Murtadho dua orang yang bermadzhab Syi’ah. Didalam kitab tersebut terdapat tipu muslihat, dan fitnah yang sangat banyak.4
-
Ibnu Khallikan al-Barmaki (w. 681 H) dalam Wafayat al-A’yan tentang biografi al-Murtadha:
Orang-orang telah berselisih tentang kitab Nahj al-Balâghah, yang berisi himpunan ucapan Ali bin Abi Thalib r.a, apakah itu dikumpulkan olehnya atau oleh saudaranya al-Radhi?. Telah dikatakan bahwa itu bukan ucapan Ali r.a, akan tetapi yang menghimpunnya dan menisbatkannya kepadanya adalah yang mengarangnya.5
-
Syaikhul IslamIbnu Taimiyah (w. 728 H) berkata:
Dan juga, kebanyakan khutbah-khutbah yang dinukil oleh penyusun kitab Nahjul Balaghoh adalah dusta atas nama Ali r.a. Beliau lebih agung, dan lebih tinggi martabatnya dari pada berbicara dengan ucapan seperti itu. Tetapi mereka sengaja melakukan kebohongan-kebohongan dan mereka menganggap bahwa hal itu adalah pujian (sanjungan). Sungguh Itu bukanlah kebenaran, juga bukan pula merupakan sanjungan. Barang siapa mengatakan bahwa ucapan Ali dan manusia lainnya dia atas ucaapan makhluk maka ia telah salah, ucapan Nabi S.A.W. di atas ucapanya, dan keduanya adalah makhluk.6
Ibnu Taimiyah juga berkata:
Dan juga, makna-makna yang benar yang terdapat dalam ucapan Ali juga ada di ucapan selain Ali, akan tetapi penulis Nahj al-Balâghah dan yang semisalnya mengambil banyak dari ucapan manusia lalu dijadikannya sebagai ucapan Ali, diantaranya adalah apa yang dikisahkan bahwa Ali berbicara dengannya, diantaranya ada ucapan benar yang layak Ali mengucapkannya akan tetapi pada waktu yang sama ia adalah ucapan milik selain Ali.
Oleh karena itu di dalam ucapan kitab al-Bayan wa al-Tabyin tulisan al-Jahizh dan kitab lainnya ada ucapan yang dinukil dari selain Ali namun oleh penulis Nahj al-Balâghah dijadikannya sebagai ucapan Ali. Khutbah-khutbah yang disebutkan dalam kitab Nahj al-Balâghah, seandainya semuanya dari Ali, dari ucapannya, niscaya ada sebelum adanya kitab ini, dikutip dari Ali dengan sanadnya dan tanpanya. Apabila orang yang ahli riwayat mengetahui bahwa banyak darinya bahkan kebanyakannya tidak dikenal sebelum ini mka dia mengetahui bahwa ini adalah dusta. Jika tidak, maka orang yang mengutip wajib menjelaskan ada di kitab apa hal tersebut dan siapakah yang mengutip dari Ali, dan apa sanadnya, jika tidak maka klaim semata adalah bisa dilakukan oleh siapapun. Barang siapa memiliki pengalaman dalam mengetahui cara ahli hadits dan mengetahui atsar-atsar dan apa yang dinukil dengan sanad-sanad dan menjadi terang kejujurannya dari kedustaannya maka dia mengetahui bahwa mereka yang menukil seperti ini dari Ali adalah manusia yang paling jauh dari riwayat-riwayat dan dari pemilahannya antara yang shahih dan yang dusta.7
-
Imam adz-Dzahabi (w. 748 H) berkata dalam menerangkan biografi al-Murtadha Ali bin Husain al-Musawi (436 H):
Dia adalah penghimpun kitab Nahj al-Balâghah yang lafazh-lafzhnya dinisbatkan kepada Imam Ali r.a., dan hal itu tanpa sanad, sebagiannya batil, dan di dalamnya ada yang haq, akan tetapi di dalamnya ada tema-tema yang mustahil Imam Ali mengatakannya, akan tetapi dimanakah orang yang obyektif? Dikatakan: kitab itu dikumpulkan oleh saudaranya yang bernama Al-Syarîf al-Radhi. Diwan (kumpulan sastra) al-Murtadha besar (4 jilid), dan karya tulisnya banyak, dia pakar dalam banyak disiplin ilmu. Dia punya kitab al-Syafi tentang Imamah…..dia ahli kalam, I’tizal (madzhab mu’tazilah), adab dan sastra namun dia seorang Syi’ah imamiyyah yang kuat. Kita memohon kepada Allah ampunan.”
Sampai imam Dzahabi berkata: Di dalam buku-bukunya ada cacian terhadap para sahabat Rasulullah S.A.W. kami berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.8
Beliau juga berkata dalam kitab al-Mizan 3/124:
Barang siapa yang melihat bukunya Nahj al-Balâghah ini, pasti dia yakin bahwa itu adalah dusta atas nama Amirul Mukminin Ali r.a., karena di dalamnya terdapat caci-makian yang sangat jelas terhadap dua penghulu yaitu Abu Bakar dan Umar r.a. Juga tedapat hal-hal yang kontradiktif dan kalimat-kalimat yang rakikah (lemah) dan ungkapan-ungkapan yang rendah (menurut kaidah sastra arab), siapa yang mengenal jiwa bangsa Quraisy dari kalangan para sahabat dan orang-orang setelahnya dari mutakhirin maka akan memastikan bahwa kebanyakan isi kitab tersebut adalah batil.9
-
Ibnu Katsir al-Dimasyqi (w. 774 H) dalam al-Bidayah wa al-Nihayah 12/56-57 tentang kejadian tahun 436 H, saat menyebut biografi al-Syarîf al-Murtadha: “Dikatakan: dia adalah yang mengarang kitab Nahj al-Balâghah.”10
- Syah Abdul Aziz Ghulâm Hakim al-Dahlawi (1239 H)
Syah Abdul Aziz berkata:
Dan diantara tipu muslihat mereka, mereka menisbatkan kepada Amirul mukminin Ali riwayat-riwayat yang beliau berlepas diri dari padanya dan mentahrif apa yang datang dari beliau. Diantaranya adalah Nahj al-Balâghah yang dikarang oleh al-Radhi, ada yang mengatakan oleh saudaranya al-Murtadha. Di dalamnya ada banyak tahrif dan menggugurkan banyak ungkapan-ungkapan hingga tidak bisa menjadi pegangan Ahl al-Sunnah, padahal masalahnya jelas, bahkan seperti matahari yang terang.11
-
Muhammad Shiddîq bin Hasa Khan Al-Qanûji (1307 H) dalam Abjad al-‘Ulum (3/67) dalam biografi al-Syarîf al-Murtadha mengatakan:
Manusia berselisih tentang kitab Nahj al-Balâghah, yang menghimpun ucapan-ucapan imam Ali bin Abi Thalib, apakah dia yang menghimpunnya ataukah saudaranya al-Radhi? Ada yang mengatakan: sesungguhnya itu bukan ucapan Ali, akan tetapi dihimpun dan dinisbatkan kepadanya oleh orang yang mengarangnya.
-
Muhibbuddin al-Khathîb (w. 1389 H/ 1969 M) Syaikh Muhibbuddin al-Khathib (salah satu anak cucu Syaikh Abdul Qadir al-Jilani) dalam komentarnya terhadap kitab al-Muntaqa Min Minhaj al-Sunnah (halaman 20) mengatakan:
Dua bersaudara ini saling membantu untuk menambah khutbah-khutbah Sayyidina Ali dengan apa saja yang datang kepadanya dan asing darinya, diantaranya: menyinggung saudara-saudaranya dari para sahabat Nabi S.A.W, sedangkan beliau (Ali) berlepas diri di sisi Allah dari semua itu, dan akan berlepas diri orang yang melakukan dosa ini.
Dia juga berkata di halaman 508:
Termasuk hal yang dipastikan adalah bahwa saudaranya yaitu Ali bin Husain al-Murtadha yang meninggal tahun 426 telah menyertainya dalam menambah tambahan-tambahan yang disusupkan di kitab Nahj al-Balâghah, terutama kaliamat-kalimat yang ada kaitannya dengan para pecinta Ali dan para wali-wali nabi S.A.W seperti ucapan mereka berdua atau salah satunya: Ia (khilafah) telah dipakai oleh fulan, dan tidak keluar dari “ham`ah (tanah liat yang berubah warna dan aromanya) ini.12
-
Dr. Shalih al-Fauzan (Anggota Lembaga Ulama Kibar, Lahir 1354 H/ 1935 M)
Syaikh Shalih al-Fauzan dalam al-Bayân Li Akhthâ` Ba’dh al-Kuttâb halaman 72 menguatkan bahwa kitab Nahj al-Balâghah dikarang oleh dua orang bersaudara itu. Beliau berkata:
Yang tampak bagi saya, ia adalah karangan dua orang….. diantara yang menunjukkan bahwa Nahj al-Balâghah adakalanya dikarang oleh al-Murtadha atau dia ikut andil dengan peran yang cukup kuat adalah ajaran mu’tazilah tentang sifat yang ada di dalamnya, sebab al-Murtadha sebagaimana disebutkan dalam biografinya adalah termasuk tokoh besar Mu’tazilah.
Kemudian di halam 72 Syaikh Fauzan berkata: Kemudian Ibnu Hajar mengutip dalam Lisan al-Mizan, ucapan al-Dzahabi dan membenarkannya. Maka para ulama itu: Syaikhul Islam, Imam Dzahabi. Al-Hafizh Ibnu Hajar. Semuanya memastikan dustanya penisbatan apa yang ada di dalam kitab ini atau kebanyakannya kepada Ali bin Abi Thalib r.a., dan bahwasanya itu adalah dibuat oleh penulisnya.
-
Prof. Dr. Zaid bin Umar al-‘Aish (Profesor bidang studi al-Qur`an di Univ. Imam Ibn saud)
Dr. Zaid al-‘Aish dalam kitab al-Khumaini wa al-Wajh al-Akhar fi Dhau` al-Kitab wa u-Sunnah, halaman 164, setelah menukil ucapan para ulama dalam mendustakan penisbatan kitab kepada Ali r.a.: “Sebaik-baik apa yang dikatakan oleh para ulama rahimahumullah, sesungguhnya orang yang melihat isi kitab ini dan isi khutbah-khutbahnya memastikan bahwa ia dipalsu atas Ali, kecuali kalimat sedikit yang memang datang dari Ali.” (lalu beliau menguatkan kesimpulan ini dengan 3 hal)
-
Prof. Dr. Nashir al-Qifari (Kajur Aqidah dan Aliran kontemporer di universitas al-Qashim, Penulis Kitab Ushul Madzhab Al-Syi’ah al-Imamiyyah al-Itsnay Asyariyyah)
Guru kami Syaikh Nashir al-Qifari dalam kitab Ushul al-Syi’ah 1/389 merasa heran dengan Syi’ah yang mensucikan Nahj al-Balâghah hingga menjadi kesepakatan semua Syi’ah dan mengingkarinya menurut mereka sama dengan mengingkari Dharuriyyat. Kemudian beliau mengatakan:
Padahal kitab Nahj al-Balâghah cacat dalam sanad dan matannya. Dia dikumpulkan tiga abad setengah setelah meninggalnya Amirul mukminin tanpa sanad. Syi’ah menisbatkan Nahj al-Balâghah kepada al-Syarîf al-Radhi. Ini tidak bisa diterima oleh Ahli Hadits, meskipun disebut sanadnya dalam hal yang sesuai dengan kebid’ahannya, lalu bagaimana jika tidak disebutkan sanadnya seperti dalam Nahj al-Balâghah. Adapun yang tertuduh memalsukannya menurut ahli hadits adalah dia dan saudaranya.
Dan masih banyak para ulama yang lain yang mengomentara atau memberoi peringatan dari kitab Nahj al-Balaghah.
Nantikan makalah2 berikutnya.
1 Jauh sebelum Kitab Nahj al-Balâghah ini muncul, Imam Ibnu Sirin sudah menilai bahwa seluruh apa yang mereka (kaum Syi’ah) riwayatkan dari Ali t semuanya adalah kedustaan. (Al-‘Ilm al-Syamikh, hal 237)
2 Ucapan al-Khathib ini disampaikan setelah Imam Malik menjawab pertanyaan seseorang yang menanyakan tentang Zabur milik Nabi Daud dengan mengatakan:
«مَا أَجْهَلَكَ مَا أَفْرَغَكَ أَمَا لَنَا فِي نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ نَبِيِّنَا مَا شَغَلَنَا بِصَحِيحِهِ عَمَّا بَيْنَنَا وَبَيْنَ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ؟»
Al-Khathib al-Baghdadi, Al-Jami’ Li Akhlaq al-Rawi wa Adab al-Sami’, Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, tahqiq: Dr. Mahmud al-Thahhan, , no. 1489.
3 Al-Khathib al-Baghdadi, Al-Jami’ Li Akhlaq al-Rawi wa Adab al-Sami, 2/161.
4 Ibnu al-Arabiy, Al’awashim Minal Qowashim Fie Tahqiq Mauwafaq al-shohabah Ba’da Wafat al-Nabiy Shalallahu ‘Alaihi Wasalam, Beirut: Darul Jil, 1987 Juz 1hal 274.
5 Syamsuddin Ibnu Khallikan al-Barmaki, Wafayat al-A’yan, tahqiq: Ihsan Abbas, Dar Shadir, Beirut, I/1990, 3/313.
6 Ibnu Taimiyah, Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyyah Fi Naqdh Kalam al-Syi’ah al-Qadariyyah, Riyadh: Univ. Ibn Saud, tahqiq: Muhamad Rasyad Salim ,1406, 8/55-56
7 Ibn taimiyah, Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyyah Fi Naqdh Kalam al-Syi’ah al-Qadariyyah, 1406, 8/56.
8 Syamsyuddin Al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala`, Darul hadits, Kairo, 2006, 13/ 231.
9 Syamsuddin al-Dzahabi, Mizanul i’tidal fi Naqd al-Rijal, tahqiq: Ali Muhammad al-Bajawi, Dar al-Ma’rifah, Beirut, I/ 1963, 3/124; Lisanul Mizan 4/223.
10 Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, 12/56-57
11 Syah Abdul Aziz Ghulam Hakim al-Dahlawi, Mukhtashar al-Tuhfah al-Itsnay Asyariyyah, diterjemahkan dari Persia ke Arab oleh Ghulam Muhammad al-Aslami, diringkas oleh Mahmud Syukri al-Alusi, ditahqiq oleh Muhibbuddin al-Khathib, Kairo: Mathba’ah Salafiyyah, 1373, hal. 36.
12 Abdullah Zuqail, Kitab Nahj al-Balâghah Fi Mizan Ahlissunnah wal Jama’ah. [Online], http://www.saaid.net/Doat/Zugail/104.htm. Selasa 2 Desember 2014.